Jumat, 03 April 2015

AKSIOLOGI - FILSAFAT ILMU




Aksiologi : nilai kegunaan ilmu

1.       Ilmu dan Moral
Peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu dan teknologi.  Sejak dalam tahap-tahap pertama pertumbuhannya ilmu sudah dikaitkan dengan tujuan perang. Ilmu bukan saja digunakan untuk menguasai alam melainkan juga untuk memerangi sesama manusia dan menguasai meraka.
Perkembangan ilmu sering melupakan faktor manusia, dimana bukan lagi teknologi yang berkembang seiring dengan perkembangan dan kebutuhan manusia, namun justru sebaliknya, manusialah akhirnya yang harus menyesuaikan diri dengan teknologi. Teknologi tidak lagi berfungsi sebagai sarana yang memberikan kemudahan bagi kehidupan manusia melainkan dia berada untuk tujuan eksistensinya sendiri.
Saat ini ilmu bahkan sudah berada diambang kemajuan yang mempengaruhi reproduksi dan penciptaan manusia itu sendiri yakni ilmu kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan itu sendiri, atau dengan perkataan ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya,  namun juga menciptakan tujuan hidup itu sendiri.
Sejak saat pertumbuhannya ilmu sudah terikat dengan masalah-masalah moral namun dalam perpektif yang berbeda. Ketika Copernicus (1473-1543) mengajukan teorinya tentang kesemestaan alam dan menemukan bahwa “bumi yang berputar mengelilingi matahari” dan sebaliknya seperti apa yang dinyatakan ajaran agama, maka timbulah interaksi antara ilmu dan moral (yang bersumber pada ajaran agama yang berkonotasi metafisik). Dengan demikian timbulah konflik yang bersumber pada penafsiran mentafsir ini yang berakumulasi pada pengadilan inkuisis Galileo pada tahun 1633. Dalam kurun ini para ilmuwan berjuang untuk menegakkan ilmu yang berdasarkan penafsiran dengan semboyan : ilmu yang Bebas Nilai!
Konfilk ini bukan saja terjadi dalam ilmu-ilmu alam namun juga dalam ilmu-ilmu sosial dimana berbagai ideologi mencoba mempengaruhi metafisika keilmuan. Ilmu tidak saja bertujuan menjelaskan gejala-gejala alam untuk tujuan pengertian dan pemahaman, namun lebih jauh lagi, bertujuan memanipulasi faktor-faktor yang terkait dalam gejala untuk mengontrol dan mengarahkan proses yang terjadi.
Dalam tahap manipulasi inilah maka masalah moral muncul kembali namun dalam kaitan dengan faktor lain. Kalau dalam tahap kontenplasi masalah moral berkaitan dengan metafisika keilmuan, maka dalam tahap manipulasi ini masalah moral berkaitan dengan cara penggunaan pengetahuan ilmiah.
Sedangkan dalam tahap pengembangan konsep, masalah moral yang ditinjau dari segi ontologi keimuan, sedangkan dalam tahap penerapan konsep terdapat masalah moral ditinjau dari segi aksiologi keilmuan.  Ontologi diartikan sebagai pengkaji mengenai hakikat realitas dan obyek yang ditelaah dalam pembuahan pengetahuan. Aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Begitu juga dengan epistemologi membahas cara untuk mendapatkan pengetahuan; yang dalam kegiatan keilmuan disebut metode ilmiah.
Masalah teknologi sebenarnya lebih merupakan masalah kebudayaan daripada masalah moral. Ekses teknologi yang bersifat negatif dimaksud bahwa masyarakat harus menetukan teknologi mana saja yang akan dipergunakan dan teknologi mana yang tidak, hal ini dipaparkan agar sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dijunjungnya.
Dihadapkan dengan masalah moral dalam menghadapi ekses ilmu dan teknoogi yang berisifat merusak ini para ilmuwan terbagi ke dalam dua golongan pendapat :
·           Golongan I
Golongan pertama menginginkan bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik itu secara ontologis maupun aksiologis. Dalam hal ini tugas ilmuwan adalah menemukan pengatahuan dan terserah kepada orang lain untuk mempergunakannya, apakah pengetahuan itu dipergunakan untuk tujuan yang baik, ataukah dipergunakan untuk tujuan yang buruk.
·           Golongan II
Ilmuwan golongan kedua berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuwan, sedangkan dalam penggunaannya, bahkan pemilihan objek penelitian, maka kegiatan keilmuwan harus berlandaskan asas-asas moral dan harus bersifar netral baik secara ontologis maupun secara aksiologis dan berlandaskan asas-asas moral.
Dengan demikian masalah moral tidak bisa dilepaskan dengan tekad manusia untuk menemukan kebenaran dan terlebih-lebih lagi untuk mempertahankan kebenaran, diperlukan keberanian moral.

 2.     Tanggung Jawab Sosial Ilmuwan
Seorang ilmuan mempunyai tanggung jawab sosial yang terpikul dibahunya, yakni karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup bermasyarakat. Fungsi selaku ilmuwan tidak berhenti pada penelaahan dan keilmuan secara individual namun juga ikut bertanggung jawab agar produk keilmuan secara individual namun ikut juga bertanggung jawab agar produk keilmuan sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Sikap sosial seorang ilmuwan adalah konsisiten dengan proses penelaahan kelimuan yang dilakukan. Ilmu itu sendiri netral dan para ilmuwan yang memberikannya nilai. Dalam hal ini maka masalah apakah ilmu itu terikat atau bebas dari nilai-nilai tertentu, semua itu tergantung kepada langkah-langkah keilmuan yang bersangkutan dan bukan kepada proses keilmuan secara keseluruhan.
Tanggun jawab sosial seorang ilmuwan adalah memberikan perspektif yang benar; untung dan ruginya, baik dan buruknya; sehingga penyelesaian yang obejektif dapat dimungkinkan. Seorang ilmuwan terpanggil dalam tanggung jawab sosial karena dia mempunyai kemampuan untuk bertindak persuasif dan argumentatif berdasarkan pengetahuannya yang dia miliki.
Dibidang etika tanggung jawab sosial seorang ilmuwan bukan lagi memberi informasi namun memberi contoh. Dia harus tampil di depan bagaimana caranya bersifat objektif, terbuka, menerima kritikan, menerima pendapat orang lain, kukuh dalam pendirian yang dianggap benar dan berani mengakui kesalahan. Ilmu menghasilkan teknologi yang akan diterapkan pada masyarakat. Teknologi dalam penerapannya dapat menjadi berkah dan penyelamat bagi manusia, tetapi juga bisa menjadi bencana bagi manusia. Disinilah pemanfataan pengetahuan dan teknologi diperhatikan sebaik-baiknya.

3.       Nuklir dan Pilihan Moral
Seorang ilmuwan secara moral tidak akan memberikan hasil penemuannya dipergunakan untuk menidas bangsa lain meskipun yang mempergunakan itu adalah bangsanya sendiri. Untuk itu seorang ilmuwan tidak boleh berpangku tangan. Dia harus memiliki sikap; berpihak kepada kemanusiaan atau tetap bungkam? Oleh karena itu diperlukan landasan moral yang kukuh untuk mempergunakan ilmu pengetahuan secara konstruktif.
Salah satu musuh kemanusiaan yang besar adalah peperangan. Perang menyebabkan kehancuan, pembunuhan dan kesengsaraan. Tuga ilmuwan untuk menghilangkan atau mengecilkan terjadinya peperangan ini meskipun hal ini merupakan sesuatu yang hampir mustahil terjadi. Oleh karena itu, seorang ilmuwan tidak boleh menyembunyikan hasil penemuan-penemuan apapun juga yang bentuknya dari masyarakat luas, serta apapun juga yang akan menjadi konsekuensinya, baik yang ditunjukan untuk keselamatan manusia ataupun penemuan yang membahayakan manusia.
Pengetahuan merupakan kekuasaan, kekuasaan yang dapat dipakai untuk kemasalahatan manusia atau sebaliknya dapat pula disalah gunakan. Untuk itulah tanggung jawab ilmuwan haruslah “dipupuk” dan berada pada tempat yang tepat, tanggung jawab akademis dan tanggung jawab moral.
Seorang ilmuwan tidak boleh memutarbalikan penemuannya bila hipotesisnya yang dijunjung tinggi yang disusun atas kerangka pemikiran yang terpengaruh proferensi moral ternyata hancur berantakan karena bertentangan denga fakta-fakta pengujian. Penyimpangan ini merupakan pelanggaran moral yang sangat dikutuk dalam msayarakat ilmuwan.

4.      Revolusi Genetika
Revolusi genetika merupakan babakan baru dalam sejarah keilmuan manusia sebab sebelum ini ilmu tidak pernah menyentuh manusia sebagai obyek penelaah itu sendiri, dengan penelitian genetika ini menjadi sangat lai. Kita tidak lagi menelaah organ- organ manusia melainkan manusia itu sendiri yang menjadi objek penelitian yang menghasilkan bukan lagi tekhnologi yang memberikan kemudahan melainkan teknologi yang mengubah manusia itu sendiri. Riset genetika akan digunakan dengan itikad yang baik untuk keluhuran manusia.

5.       Penutup
       Dari pemaparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa, aksiologi adalah suatu teori tentang nilai yang berkaitan dengan bagaimana suatu ilmu digunakan.
Ilmu menghasilkan teknologi yang akan diterapkan pada masyarakat. Teknologi dalam penerapannya dapat menjadi berkah dan penyelamat bagi manusia, tetapi juga bisa menjadi bencana bagi manusia. Disinilah pemanfaatan pengetahuan dan teknologi harus diperhatikan sebaik – baiknya. Dalam filsafat penerapan teknologi meninjaunya dari segi aksiologi keilmuan.Seorang ilmuwan mempunyai tanggung jawab agar produk keilmuwan sampai dan dapat dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat.



Daftar Pustaka



Bakhtiar, amsal. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta:Rajawali pers.

S. Suriasumantri, Jujun. 2010. Filsafat ilmu sebuah pengantar populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar