Desain
kurikulum merupakan rencana pembelajaran yang harus dilaksanakan oleh guru dan
siswa dalam proses pembelajaran.Representative Curriculum Designs yang dapat digunakan
diantaranya adalah subject centered
design, learned centered design, problem centered design.
A. Desain yang berpusat pada
subyek
(Subject‑centered design)
Desain kurikulum berpusat
pada subyek merupakan desain tertua dan paling dikenal baik dikalangan guru
maupun orang awam. Hal itu disebabkan guru dan orang awam tersebut juga
disekolahkan/dilatih di sekolah yang menggunakan desain tersebut. Dalam subject
centered design, kurikulum dipusatkan pada isi atau materi yang akan
diajarkan. Kurikulum tersusun atas sejumlah mata-mata pelajaran, dan
mata-matapelajaran tersebut diajarkan secara terpisah-pisah. Karena
terpisah-pisahnya itu maka kurikulum ini disebut juga separated subject curiculum. Berikut yang termasuk dalam desain yang berpusat pada subyek
adalah :
1. Desain subyek (Subject design)
Pada subject design, bahan atau isi
kurikulum disusun dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, misalnya: mata pelajaran sejarah, ilmu
bumi, kimia, fisika, berhitung dan lain sebagainya. Mata pelajaran itu tidak
berhubungan satu sama lain. Pada pengembangan kurikulum di dalam kelas atau
pada kebiasaan belajar mengajar, setiap guru hanya bertanggung jawab pada mata
pelajaran yang diberikannya. Desain ini berdasarkan pada keyakinan bahwa yang
membuat manusia memiliki ciri khas dari makhluk lain adalah kecerdasan mereka.
Dengan kata lain, dalam merencanakan suatu kurikulum akan lebih baik jika
dipusatkan pada mata pelajaran yakni pengetahuan-pengetahuan sehingga manusia
akan bertambah cerdas.
2. Desain disiplin (Disciplin design)
Desain
kurikulum ini merupakan desain kurikulum yang berpusat kepada pengetahuan (the knowledge centered desain) yang
dirancang berdasarkan struktur disiplin ilmu. Dimana penekanannya diarahkan untuk
pengembangan intelektual siswa. Desain kurikulum ini berfungsi untuk mengembangkan
proses kognitif atau pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui latihan
dalam pembelajaran. Model desain ini yang berorientasi pada pengembangan
intelektual siswa, dikembangkan oleh para ahli mata pelajaran sesuai dengan
disiplin ilmu masing-masing. Mereka menyusun materi pembelajaran apa saja yang
harus dikuasai siswa baik menyangkut data dan fakta, konsep maupun teori yang
ada dalam setiap disiplin ilmu mereka masing-masing. Materi pembelajaran tentu
saja disusun berdasarkan dengan tingkat perkembangan siswa. Dalam
hal evaluasi, desain disiplin menitikberatkan kepada tujuan tiap mata
pelajaran. Dalam bidang humaniora evalusasi dalam bentuk essai, matematika
dinilai berdasarkan penguasaan bukan sekadar kebenaran dalam menghitung, dan
dalam bidang IPA dinilai dalam bentuk pengujian proses berpikir bukan sekadar
benar jawaban.
3. Desain berorientasi pada lapangan
luas (Broad field design)
Broad-filed design merupakan
pengembangan dari subject design dan disciplines design. Dari dua desain
tersebut masih menunjukkan adanya pemisahan antar-mata pelajaran. Salah satu
usaha untuk menghilangkan pemisahan tersebut adalah dengan mengembangkan the broad field design yakni desain yang
menyatukan beberapa mata pelajaran yang berdekatan atau berhubungan menjadi
satu bidang studi seperti sejarah, geografi, dan ekonomi digabung dalam
pengetahuan sosial, dan sebagainya. Broad field sudah merupakan perpaduan atau
fusi dari sejumlah mata pelajaran yang berhubungan. Ciri umum dari broad-fields
ini adalah kurikulum terdiri dari suatu bidang pengajaran dimana di dalamnya
berpadu sejumlah mata pelajaran yang saling berhubungan. Tujuan dari desain ini adalah menyiapkan para siswa yang dewasa ini
hidup dalam dunia informasi yang sifatnya spesialistis, dengan pemahaman
yang bersifat menyeluruh.
4.
Desain korelasi (Correlation design)
Desain korelasi adalah bentuk desain yang menunjukkan
adanya suatu hubungan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya,
Tetapi tetap memperhatikan karakteristik tiap mata pelajaran tersebut. Hubungan
antar mata pelajaran dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
- Pertama, insidental artinya secara kebetulan ada hubungan antar mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran lainnya. Misalnya mata pelajaran IPA disinggung tentang mata pelajaran geografi dan sebagainya.
- Kedua, menghubungkan secara lebih erat jika terdapat suatu pokok bahasan yang dibicarakan dalam berbagai mata pelajaran. Misalnya masalah moral dan etika dibicarakan dalam mata pelajaran agama.
- Ketiga, batas mata pelajaran disatukan dan difungsikan dengan menghilangkan batasan masing-masing mata pelajaran. Penggabungan antara beberapa mata peajaran menjadi satu disebut sebagai broad field. Misalnya mata pelajaran bahasa merupakan peleburan dari mata pelajaran membaca, tata bahasa, menulis, mengarang,menyimak dan pengetahuan bahasa.
B. Desain yang berpusat pada Peserta
Didik (Learner‑centered design)
Desain ini lebih
mengutamakan peranan siswa (penekanan pada perkembangan peserta didik). Pengorganisasian
kurikulum didasarkan atas minat, kebutuhan, dan tujuan peserta didik. Disini
guru berperan menciptakan situasi belajar-mengajar, mendorong,
dan memberikan bimbingan sesuai kebutuhan peserta didik yang dikembangkan bersama antara guru dan siswa dalam
menyelesaikan tugas-tugas pendidikan. Pengembangan kurikulum ini sangat dipengaruhi bagaimana
berinteraksi sosial, keinginan bertanya, keinginan membangun makna, dan
keinginan berkreasi yang menekankan sifat-sifat alami anak dalam mengembangkan
kurikulum. Desain yang berpusat pada siswa dapat diklasifikasikan dalam
empat hal yaitu: Desain berpusat pada anak (Child‑centered design), Desain berpusat pada pengalaman (Experience‑centered design), Desain
berorientasi keradikalan/keromantisan (Romantic
/radical design), Desain berorientasi pada humanis (Humanistic design).
1. Desain Berpusat Pada Anak (Child‑centered design)
Desain berpusat pada anak ini dikembangkan berdasarkan
keyakinan bahwa aktifitas pembelajar disekolah hendaknya berpusat pada sektor
minat dan kebutuhan siswa. Sebagaimana yang dinyatakan Heinrich Pestalozi and Foebel bahwa anak-anak harus mampu mencapai
kesadaran diri melalui partisipasi sosial : proses paling ideal dalah belajar
sambil bekerja (learning by doing).
2.
Desain Berpusat Pada
Pengalaman (Experience‑centered design)
Desain berpusat
pada pengalaman memiliki kesaman dengan Desain
berpusat pada anak, yang mengemukakan bahwa anak hendaknya dijadikan
landsan dan pengorganisasian persekolahan. Desain berpusat pada pengalaman
didasarkan atas pandangan bahwa minat dan kebutuhan anak dan kerangka kerja
kurikulum tidak dapat direncanakan untuk memahami seluruh anak. Bagaimanapun
ketika memasuki sekolah anak-anak memiliki minat yang berbeda dan unik. Beberapa
ciri utama activity atau experience design yakni kurikulum ditentukan oleh kebutuhan
dan minat peserta didik dimana dalam implementasinya guru hendaknya menemukan
minat dan kebutuhan peserta didik, membantu para siswa memilih mana yang
paling penting dan urgen dan desain ini menekankan
prosedur pemecahan masalah, maksudnya dalam pembelajaran tentu akan di dapatkan
masalah dan dalam activity design perlu mempunyai cara memecahkan masalah
tersebut.
3. Desain Beroientasi Pada
Keromantisan/Keradikalan (Romantic
/radical design)
Desain romantic/radical memandang
bahwa dunia anak merupakan dunia yang penuh dengan kelembutan dan kebaikan
sementara dunia orang dewasa merupakan dunia yang penuh dengan konspirasi
kejahatan berantai. Pandangan Roussel tentang pendidikan di publikasikan pada
tahun 1762. Dalam pandangannya Roussel mengatakan ” kebaikan akan membuat
segala sesuatu itu menjadi baik ; pemuda yang hidup dalam suatu lingkungan yang
kurang baik maka ia akan menjadi Iblis baginya. Sementara statemen Roessel yang
lain adalah : banyak yang bisa kita perbuat, akan tetapi yang terpenting adalah
bagaimana mengontrol sebuah perbuatan. Namun desain ini banyak menampung
kritik-kritik dimana dikatakan bahwa desain kurikulum yang berpusat pada siswa
tidak mampu secara edukatif dalam menyiapkan kebutuhan siswa di kehidupan
mendatang.
4. Desain Humanis (Humanistic design)
Carl Rogers berasumsi bahwa masyarakat
dapat meningkatkan pembelajaran pimpinan-diri dengan menilai diri sendiri untuk
meningkatkan pengertian diri, untuk belajar konsep diri dan sikap-sikap dasar untuk
memandu tingkah laku mereka. Model kurikulum ini menekankan pada pengembangan kepribadian peserta didik
secara utuh dan seimbang antara perkembangan segi intelektual, afektif, dan
psikomotor. Kurikulum ini juga menekankan pengembangan dan
kemampuan dengan memperhatikan minat dan kebutuhan peseta didik dan pembelajarannya ber pusat pada peserta didik. Pembelajaran segi-segi
sosial, moral, dan afektif mendapat perhatian utama dalam model kurikulum ini.
Model kurikulum ini berkembang dan digunakan dalam pendidikan pribadi.
C. Desain yang berpusat pada
masalah
(Problem‑centered design)
Problem centred
design pada filsafat yang mengutamakan peranan manusia. Berangkat dari asumsi
bahwa manusia hidup bersama menghadapi masalah bersama dan harus dipecahkan
bersama juga. Isi kurikulum berupa masalah sosial yang dihadapi peserta didik
sekarang dan yang akan datang. Sekema disusun berdasarkan minat, kebutuhan, dan pengalaman perserta didik. Diantaranya yang termasuk dalam desain yang berpusat pada
masalah adalah : Desain situasi tempat tinggal (Life situation design), Desain inti (Core design), Desain problem/rekontruksi sosial (Social problem/recontructionist).
1. Desain Situasi Kehidupan (Life situation design)
Pada model desain ini lebih
menekankan pada pemecahan masalah. Dalam prosedur belajar ini tujuan yang bersifat
proses (process objectives) dan yang bersifat isi (content objectives)
diintegrasikan yang menekankan prosedur belajar melalui pemecahan masalah. Ciri
lain dari model ini adalah menggunakan pengalaman situasi nyata dari peserta
didik sebagai pembuka jalan dalam mempelajari bidang-bidang kehidupan.
2.
Desain Inti (Core design)
kurikulum ini timbul sebagai reaksi utama kepada separate subject design, yang sifatnya
terpisah-pisah. Dalam mengintegrasikan bahan ajar, mereka memilih mata-mata
pelajaran/ bahan ajar tertentu sebagai inti (core). Pelajaran lainnya
dikembangkan di sekitar core tersebut. Menurut konsep ini inti-inti bahan ajar
dipusatkan pada kebutuhan individual dan sosial. The core curriculum diberikan guru-guru yang memiliki penguasaan
dan berwawasan luas, bukan spesialis. Disamping memberikan pengetahuan,
nilai-nilai, dan keterampilan sosial, guru-guru tersebut juga memberikan
bimbingan terhadap perkembangan sosial pribadi peserta didik.
3. Desain Masalah Sosial/Reknontruksi
(Social problem/recontructionist design)
Desain masalah rekontruksi sosial memiliki ciri desain
sebagai berikut :
- Tujuan utama desain masalah rekonstruksi sosisl adalah mengahadapkan para siswa pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau gangguan-gangguan yang dihadapi manusia.
- Kegiatan belajar dipusatkan pada masalah-masalah sosial yang mendesak. Masalah-masalah tersebut dirumuskan dalam pertanyaan-pertanyaan yang mengundang lebih mendalam, bukan saja dari buku-buku dan kegiatan laboratorium tetapi juga dari kehidupan nyata dalam masyarakat.
- Pola-pola organisasi. Pada tingkat sekolah menengah, poal organisasi kurikulum disusun seperti sebuah roda. Ditengah-tengahnya sebagi poros dipilih sesuatu maslah yang menjadi gtema utama dan dibahas secara pleno. Dari tema utama dijabarkan sejumlah topik yang dibahas dalam diskusi-diskusi kelompok, latihan-latihan, kunjungan dan lain-lain. Topik-topik dengan berbagai kegiatan kelompok ini merupakan jari-jari. Semua kegiatavn jari-jari tersebut dirangkum menjadi satu kesatuan sebagai bingkai atau velk.
Pengajaran rekonstruksi social banyak dilaksanakan di
daerah-daerah yang tergolong belum maju dan tingkat ekonominya juga belum tinggi.
Pelaksanaan pengajaran ini diarahkan untuk meningkatkan kondisi kehidupan
masyarakat mereka. Sesuai dengan potensi yang ada dalam masyarakat, sekolah
mempelajari potensi-potensi tersebut, bengan bantuan biaya dari pemerintah
sekolah berusaha mengembangkan potensi tersebut. Di daerah pertanian umpamanya
sekolah mengembangkan bidang pertanian dan peternakan, di daerah industry
mengembangkan bidang-bidang industry. Paulo freize adalah tokoh yang banyak
memberikan kontribusi baik teori maupun praktek dalam pengajaran rekonstruksi
social. Di daerah Amerika latin memerangi kebodohan dan keterbelakangan mereka
menggalakan gerakan budaya akal budi (conscientization). Gerakan ini adalah
merupakan suatu proses pendidikan atau pengajaran di mana siswa tidak diperlakukan
sebagai penerima tetapi sebagai pelajar yang aktif. Mereka berusaha membuka
diri, memperluas kesadaran tentang realitas social budaya dan dengan segala
kemampuannya berupaya mengubah dan meningkatkannya. Sekolah berusaha memberikan
penerangan dan melatih kemampuan untuk melihat dan mengatasi hanbatan-hambatan
yang dihadapi, meningkatkan kemampuan memcahkan masalah-masalah yang dihadapi.
Daftar Pustaka
Brady,
Laurie and Kennedy, Kerry. 2007. Curriculum
Construction. Australia: Pearson Education.
Ornstein,
A and hunkins, F. P. 1988. Curriculum
Foundation Principles and Issues. New York: Prentice Hall.
Tyler, W.
Ralph (1949). BasicPrinciples of
Curriculum and Instruction. Chicago; University of Chocago Press.
Zais,
Robert. S (1976). Curriculum: Principles
and Foundations. New York: Harper & Row Publishers.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar